Saya sangat beruntung berkesempatan tinggal di kota ini meskipun hanya beberapa bulan saja namun kesan yang saya dapatkan sungguh berbekas dalam hati.
Pengalaman Naik Pesawat yang tak terlupakan..
Kurang lebih setahun yang lalu, setelah 3 minggu sebelumnya suami saya mengucapkan ijab kabulnya di Jakarta
sayapun segera diboyongnya kekota ini. Kebetulan saat itu sang suami
memang sudah 2 ½ tahum lamanya bekerja di perusahaan tambang Batubara
KPC. Saya yang waktu itu baru saja menyelesaikan kuliah tidak terlalu
memikirkan seperti apa disana nantinya. Malah karena saya hoby
jalan-jalan, saya anggap ini justru kesempatan pertama saya untuk
melihat tanah Kalimantan.
Sesuai tanggal
yang ditentukan dan karena masa cuti suami sudah hampir habis, maka
kami pun berangkat menuju Kalimantan dengan pesawat siang. Pertama
kalinya saya harus berpisah dari Keluarga membuat saya dan orangtua
terbawa haru. Tapi dengan keikhlasan akhirnya Papa, Mama dan adik-adik
melepaskan saya untuk pergi. Tidak ketinggalan Ibu mertua dan sepupu pun
ikut mengantar sampai ke Bandara Soekarno-Hatta. Suasana haru membuat
kedua ibu kami itu tidak dapat menahan tangis, termasuk saya. Namun hati
saya sudah mantap untuk berangkat. Setelah pamitan dan check-in,
kamipun segera menuju pesawat yang akan membawa kami ke tempat yang
baru, dengan hidup yang baru.
Terus terang saya belum
pernah tau bagaimana rasanya naik pesawat. Menurut mama saya pernah naik
pesawat, tapi sewaktu bayi saat dibawa ke kampung mama di pulau Sulawesi,
wah ya gak tau dong gimana rasanya. Akhirnya dengan rasa takut tapi
penasaran campur gembira, saya menaiki pesawat Mandala yang akan
mengantar kami ke pulau Borneoitu. Yang tidak bisa saya lupakan adalah
saat akan lepas landas. Suara mesin pesawat ditambah kecepatannya saat
take-off membuat saya bergidik dan ketakutan sampai memegang tangan
suami dengan kuatnya. Setelah pesawat sampai di ketinggian, saya lebih
terkagum-kagum manakala saya melihat kebawah, yang terlihat hanya kecil
saja semuanya seperti halnya kita melihat semut.Saya yang takut pada
ketinggian menjadi ngeri bercampur kagum karena dari sinilah saya bisa
semakin menyadari betapa kecilnya kita dibumi Alloh ini dan betapa tidak
ada artinya bumi ini dibandingkan isi alam semesta yang Maha Luas.
Pemandangan dari atas melihat awan dan luasnya langitpun lantas menjadi
bahan dzikir kami akan penciptaan alam.
Perjalanan Jakarta-Balikpapan memakan waktu sekitar 2 jam. Namun karena perbedaan waktu 1jam maka waktu kami tiba di Balikpapan
hanya berbeda 1 jam dengan waktu keberangkatan di Jakarta.
Alhamdulillah, sampai juga. Mudah-mudah2an ini jadi awal yang baik bagi
kami.
Transit yang berkesan.
Kota Sangatta terletak di arah utara dari kota Balikpapan. Kalau mau lihat di peta, letaknya tepat ada di bawah gambar Kalimantan yang membentuk seperti ‘hidung’.
Setelah
tiba di Balikpapan kami masih harus menempuh perjalanan lagi menuju
Sangatta. Kira-kira 7-8 jam bila melewati jalan darat dengan rute lewat
Kota Samarinda dan Bontang. Dari Bontang sendiri hanya 1jam perjalanan
saja.Tapi rupanya suami sudah memesan kursi dengan pesawat casa
perusahaan yang perjalanannya hanya 45 menit saja. Namun karena hari itu
kami berangkat hari Ahad maka tidak ada pesawat casa yang beroperasi,
otomatis kamipun harus tinggal di Balikpapan dulu untuk bisa ikut
pesawat casa hari Senin jam 6 pagi. Sang suami belum berani mengajak
saya lewat jalan darat, katanya takut saya gak kuat dengan alamnya.
Akhirnya kamipun bermalam di Balikpapan dengan menyewa kamar di
penginapan terdekat.
Inilah pertama kali saya menginjakkan kaki di bumi Kalimantan. Saya punya banyak kesan dengan kota
BalikpapanBalikpapan ini. Meski bukan sebagai ibukota propinsi tapi
Balikpapan termasuk kota yang pantas diacungi jempol dalam hal
kebersihan dan keteraturannya. Bahkan sopir-sopir angkutan disana sangat
tertib dan patuh. Pernah saya dan suami hendak makan siang di salah
satu pusat jajan kota yang bernama Balikpapan Plaza (BP) kamipun naik
angkot kecil warna kuning. Karena terbiasa di Jakarta bisa turun dimana
saja, begitu juga saat kami akan turun. Kami segera menyetop angkot
ketika angkot itu lewat di depan BP karena kebetulan sedang lampu merah.
Ketika saya dan suami sudah turun dan menyodorkan ongkos, sopir angkot
itu menegur kami untuk naik lagi karena di depan lampu merah itu bukan
tempat turun naik penumpang dan merekapun tidak mau melanggar peraturan.
Lalu dengan malu kamipun naik kembali dan benar saja setelah melewati
lampu merah tersebut, supir itu menurunkan kami tepat di halte jalan.
Wah! Malu rasanya mengingat ketidakdisiplinan kami tapi jadi salut loh
kita. Selain itu sopir angkot disana pun tidak suka ngebut dan saling
menyalib ketika menyetir. Mereka akan menjalankan kendaraannya sesuai
urutannya tanpa ada yang saling mendahului. So, Dilarang Saling
Mendahului sesama bis Kota mungkin tidak berlaku di kota ini.
Yang menjadi kekhasan kota
transit ini adalah kita bisa mencari dan membeli oleh2 khas Kalimantan
seperti Lampit dan amplang di satu pusat belanja yang dinamai Kebun
Sayur. Di sini, mulai dari kerajinan pernak-pernik hiasan uniknya, tikar
Lampitnya yang khas sampai makanan kerupuk yang terkenal Amplang bisa
kita dapatin. Harganya pun cukup terjangkau. Misal harga pernak-pernik
hiasan gelang dan kalung berkisar antara 5000 – 20000.
Adajuga
batu-batuan khas seperti Kecubung dll yang biasanya dijual batunya saja
satu set atau sudah dalam bentuk perhiasan satu set yang bisa didapat
dgn harga mulai dari 75000 rupiah. Kalau Tikar lampit harganya berkisar
antara 25000 sampai 175000 dengan ukuran bervariasi bahkan bentuknya
tidak hanya tikar tapi bisa menjadi perangkat alas piring makan,
pajangan dinding dll. Sementara penjual Amplang langganan suami biasanya
menjual amplangnya dengan harga 10000 – 15000 per bungkus.
Setelah 1 malam di Balikpapan, pada hari Senin subuh kami pun sudah check-in di Bandara Sepinggan Balikpapan untuk kemudian menuju Sangatta.
Damai tapi Panas
Lain naik pesawat ternyata lain pula naik casa. Pesawat kecil ini memang hanya melayani rute Balikpapan
– Sangatta sebagai transportasi bagi pegawai perusahaan tempat suami
bekerja. Daya tampungnya pun hanya sekitar 20 orang plus awak pesawat
yang mungkin 3-4 orang saja. Yang unik saat menaiki casa adalah tidak
seperti pesawat besar, suara mesinnya sangat keras melebihi batas
toleransi pendengaran hingga bisa terdengar sampai ke dalam kabin dan
memecahkan telinga. Karenanya setiap orang yang naik pesawat ini wajib
menggunakan penutup telinga – disebut earplug - berbentuk karet busa
yang dimasukkan dalam lubang telinga selama dalam perjalanan. Alat ini
akan menahan tekanan udara dan suara mesin dari pesawat tsb. Jika tidak
digunakan maka penumpang dikhawatirkan pecah gendang telinganya.
Ada
pengalaman berkesan saya ketika naik pesawat casa ini yaitu saya tidak
tau bahwa selama dalam perjalanan di pesawat kita tidak dianjurkan tidur
sampai pulas. Hal ini terjadi pada saya karena ngantuk yg tidak
tertahan. Tapi beberapa menit tertidur tiba-tiba gendang telinga saya
terasa sangat sakit dan semakin sakit seakan mau pecah rasanya. Mungkin
kalau saat itu tidak sadar ada di ketinggian, ingin rasanya saya lompat
keluar. Rupanya tertidur membuat kerja telinga kita dalam menahan
tekanan udara menjadi tidak berfungsi. Inilah yang menyebabkan telinga
menjadi sakit.
Empat puluh lima
menit dalam perjalanan casa, akhirnya kamipun tiba di landasan terbang
Tanjung Bara – Sangatta. Lebih cocok disebut landasan terbang karena
airport ini memang kecil dan hanya digunakan oleh pesawat casa ini saja.
Alhamdulillah sampai. Pemandangan yang saya lihat sungguh tidak jauh
dari bayangan. Sunyi, terasa damai tapi Panasnya luar biasa! Mungkin
panasnya jakarta
masih kalah. Well, anyway Welcome to the Jungle!
masih kalah. Well, anyway Welcome to the Jungle!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar